Makruh
mempunyai tiga arti :
1. makruh yang mempunyai makna asli, yaitu makruh
secara istilah , yaitu :
a/Sesuatu
yang dilarang oleh syara’ secara tidak tegas,
b/Sesuatu
yang bila dikerjakan tidak tercela, dan jika ditinggalkan akan mendapatkan
pahala
c/Sesuatu
yang tidak tercela secara syara’ jika dikerjakan dia dan terpuji seacra
syara’ jika ditinggalkan.
2. Makruh kadang berarti haram.
Arti inilah yang sering dimaksudkan oleh para ulama di dalam buku-buku
turast. Sebagaimana Imam Syafi’I jika mengatakan : “ saya menganggap hal
ini makruh “ maksudnya adalah haram . Sikap seperti ini didasarkan kepada
kehati-hatian di dalam mengistinbatkan suatu hukum, karena Allah berfirman :
وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ
أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى
اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ
يُفْلِحُونَ
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung.” ( QS An Nahl : 116 )
3. Makruh berarti meninggalkan sesuatu
yang afdhol, cirinya adalah tidak ada larangan secara khusus dalam hal ini,
seperti orang yang meninggalkan sholat dhuha
Ø Sebagian ulama membagi makruh
menjadi dua :
1.
1. Makruh karahata tahrim yaitu
sesuatu yang dilarang oleh syara’ secara tegas tetapi dalilnya masih
bersifat dhany , dengan melalui hadist ahad atau qiyas. Seperti larangan laki-laki
memakai baju dari sutra dan emas. Larangan ini berdasarkan hadits ahad,
yaitu apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rosulullah saw
bersabda :
حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي
وأحل لإناثهم
«
Diharamkan bagi laki-laki umat-ku untuk memakai sutra dan emas , dan dihalalkan
bagi perempuan mereka « ( HR Tirmidzi )
Seperti
halnya juga larangan yang tersebut dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Umar ra bahwa Rosulullah saw bersabda :
لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه ، ولا بيع
على بيع أخيه إلا بإذنه
«
Jangalah seseorang diantara kamu meminang atas pinangan saudaranya , dan
janganlah membeli atau pembelian sauadaranya,kecuali dengan ijin-nya « (
HR Abu Daud )
2.
2. Makruh karahata tanzih, yaitu segala
sesuatu yang dilarang oleh syara’ secara tidak tegas, dengan melalui dalil yang
masih dhanni, seperti : larangan makan daging kuda, larangan berwudhu
dengan air liur kucing dan burung buas, dan lain-lainnya.
Salah
satu contoh dari makruh adalah Sabda Rosulullah saw :
لا يمسكن أحدكم ذكره بيمينه وهو يبول
، ولا يتمسح من الخلاء بيمينه ، ولا يتنفس في الإناء ”
“
Janganlah salah satu dari kalian memegang kemaluan-nya dengan tangan kanan,
ketika sedang kencing, dan jangan cebok dengan tangan kanan, serta jangan
bernafas ketika minum. “ ( HR Bukhari, no : 153, Muslim , no : 602 )
Larangan
dalam hadist di atas, menurut mayoritas ulama adalah larangan yang tidak tegas,
maka dihukumi “ makruh “ , bukan haram.
Kalau
ada pertanyaan, apa ciri yang membedakan antara larangan tegas dan tidak tegas
? maka jawabannya : untuk hadist ini kita katakan bahwa larangan di sini
berhubungan dengan adab dan akhlaq saja, dan tidak berhubungan dengan ibadah
mahdho ( ibadat ansich ) .
Disana
ada pertanyaan lagi, apakah orang yang meninggalkan sesuatu yang makruh,
pasti diberi pahala ?
Jawabannya:
secara terperinci adalah :
1. Jika dia meninggalkannya dengan niat bahwa syare’at melarang-nya, maka dia akan mendapatkan pahala.
1. Jika dia meninggalkannya dengan niat bahwa syare’at melarang-nya, maka dia akan mendapatkan pahala.
2.
Jika dia meninggalkannya, hanya karena
memang tidak terpikir di dalam benaknya, maka dia tidak mendapatkan pahala.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar